A. Pengorganisasian struktur manajemen
A. Pengorganisasian struktur manajemen
1. Pengertian
struktur organisasi
Struktur organisasi
adalah susunan komponen-komponen (unit-unit kerja) dalam organisasi. Struktur
organisasi menunjukan adanya pembagian kerja dan menunjukan bagaimana
fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan
(koordinasi). Selain daripada itu struktur organisasi juga menunjukan
spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan.
2. Jelaskan
pengorganisasian sebagai fungsi dari manajemen yang meliputi struktur formal
dan informal!
a. Organisasi
formal
Organisasi formal
adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang mengikakan diri dengan suatu
tujuan bersama secara sadar serta dengan hubungan kerja yang rasional.
b. Organisasi
informal
Organisasi informal
adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang terlibat pada suatu aktifitas
serta tujuan bersama yang tidak disadari. Contoh: arisan ibu-ibu sekampung,
belajar bersama anak-anak SD, kemping ke gunung pangrango ramai-ramai dengan
teman, dan lain-lain.
3. Jelaskan
manfaat struktur fungsional dan struktur divisional!
Manfaat struktur
fungsional:
- Mempergunaka
sumberdaya khusus secara efisien
- Supervisi
dapat dilakukan lebihh mudah
- Mengembangkan
keahliann fungsional
- Mudah
memobilisasi ketrampilan khusus
- Memelihara kendali
terpusat atas keputusan strategis
- Berkaitan erat
dengan strategi melalui kegiatan kunci sebagai unit terpisah
Manfaat struktur
divisional:
- Perkerjaan
keseluruhan lebih mudah dikoordinasikan prestasi kerja tinggi dapat
dipertahankan
- Keputusan lebih
cepat
- Lebih mudah untuk
menilai prestasi kerja
- Pengembangan dan
strategi dekat dengan lingkungan
- Memberikan landasan
pelatihan bagi para majer strategis
- Lebih terfokus pada
produk, pasar dan tanggapan cepat terhadap perubahan
- Spesialisasi
fungsional masih terpelihara pada masing-masaing divisi.
4. Jelaskan
kerugian dari struktur fungsional dan struktur divisional!
Kerugian Struktur
Fungisional:
- Respon
organisasi terhadap perubahan kondisi lingkungan lambat
- Koordinasi antar
bagian atau fungsi tidak terlalu baik
- Inovasi terbatas
- Pandangan terhadap
sasaran agak terbatas, anggota organisasi cenderung hanya
memperhatikan
- Sulit untuk
menentukan mana yang harus bertanggungjawab
- Sulit untuk menilai
prestasi kerja
- Mengandung potensi
yang kuat untuk terjadinya konflik antarfungsi
Kerugian struktur
divisional:
- Menambah biaya
karena adanya duplikasi karyawan, operasi, dan investasi
- Kompetisi
disfungsional antardivisi bisa mengurangi kinerja perusahaan secara
Keseluruhan
- Kesulitan
dalam mempertahankan citra perusahaan
- Terlalu menekankan
pada kinerja jangka pendek
5. Kasus
organisasi;
KONFLIK ISLAM MODERN
DAN ISLAM TRADISIONAL DI INDONESIA
Dialektika Muhammadiyah dan NU dalam sejarah politik
Islam di Indonesia, dapat dirunut, paling tidak, sejak lahir tahun 1930-an,
melalui MIAI (Majelis Islam A,la Indonesia), sebuah federasi untuk membina
kerja sama berbagai organisasi Islam. Kompetisi dan konstelasi kedua tradisi
Islam ini, sepanjang Orde Lama dan Orde Baru, tampak dari rivalitas keduanya
dalam Masyumi sepanjang tahun 1945-1952 dan di PPP sepanjang tahun 1973-1984,
respon terhadap Demokrasi Terpimpin dan Nasakom, serta respons terhadap rezim
Orba. Belum lagi persaingan dalam memperebutkan berbagai jabatan politik.
Karena itu, dapat dimengerti bila persaingan ini pada akhirnya juga merambah
bidang lain, termasuk pendekatan dalam mengembangkan civil society.
Antagonisme politik
yang terjadi antara Islam modernis dengan pemerintah yang berlangsung sejak
tahun 1960 (ketika Masyumi dipaksa membubarkan diri oleh Presiden Soekarno),
membuat kalangan modernis mencoba mencari landasan teologis baru guna
berpartisipasi dalam “develomentalisme” Orba. Tahun 1971, dalam Muktamar di
Ujung Pandang, Muhammadiyah menyatakan tidak berafiliasi terhadap salah satu
partai politik manapun. Hal ini hampir bersamaan dengan wacana yang
dikembangkan generasi baru intelektual Islam, yang sejak dasawarsa 1970-an
berusaha mengembangkan format politik baru yang lebih menekankan aspek
substansial. Motivasi kalangan modernis agar bisa terakomodasi dalam proses
pembangunan Orba seperti ini menyebabkan mereka mengembangkan civil society
dengan pendekatan Hegelian, yang memiliki ciri (1) lebih menekankan fungsi
komplementatif dan suplementatif. Dengan ciri seperti ini, sipil society
berfungsi melaksanakan sebagian peran-peran negara. (2) Menekankan pentingnya
kelas menengah. Tentu saja kelas menengah yang sedikit banyak bergantung kepada
state. Karena sebagaimana lazimnya negara dunia ketiga yang sedang berkembang,
state memegang peranan penting dalam seluruh sektor kehidupan.
Pendekatan Hegelian
seperti diadopsi oleh Muhammadiyah ini, mendapat kritik tajam dari Alexis de
Tocqueville. Ini disebabkan, karena dalam pemikiran Hegel, posisi negara
dianggap sebagai standar terakhir. Seolah-olah, hanya pada dataran negara
sajalah politik bisa berlangsung secara murni dan utuh, sehingga posisi dominan
negara bermakna positif. Dengan demikian civil society akan kehilangan dimensi
politik dan tergantung manipulasi dan intervensi negara. Pendekatan
Tocquevellian yang diadopsi NU, menekankan fungsi civil society sebagai counter
balancing terhadap negara, dengan melakukan penguatan organisasi-organisasi
independen di masyarakat dan pencangkokkan civic culture untuk membangun budaya
demokratis. Pendekatan Tocquevellian ini digunakan karena sepanjang dua
dasawarsa awal Orba, NU tidak memperoleh tempat dalam proses-proses politik.
Marginalisasi politik ini, disebabkan karena rezim Orba hanya mengakomodasi
kelompok Islam yang mendukung modernisasi, dan itu didapat dari kalangan
modernis yang sudah lebih dulu melakukan pembaruan pemikiran politik Islam.
Selain itu, tentu saja, akibat rivalitas dengan kalangan modernis yang menjadi
kelompok dominan di PPP. Dengan demikian, dapat dimengerti jika sejak muktamar
1984 di Situbondo, NU menyatakan kembali khitah 1926, dan mengundurkan diri
dari politik praktis, yang secara otomatis menarik dukungan dari PPP.
Dengan motivasi
seperti itu, maka sejak akhir dasawarsa 1980-an, aktivis NU banyak diarahkan
pada penciptaan free public sphere, tempat dimana transaksi komunikasi bisa
dilakukan warga masyarakat secara bebas dan terbuka. Upaya ini dilakukan dengan
cara advokasi masyarakat kelas bawah, dan penguatan LSM. Mereka meyakini, civil
society hanya bisa dibangun jika masyarakat memiliki kemandirian dalam arti
seutuhnya, serta terhindar dari jaring intervensi dan kooptasi negara. Hal ini
dapat dibuktikan dengan mengamati kiprah NU sejak awal dasawarsa 1990-an.
Ketika kalangan Islam modernis terakomodasi dlam state (ICMI), Gus Dur
mendirikan forum demokrasi, dan aktivitas NU secara umum diarahkan untuk
menciptakan ruang publik diluar state dengan banyak bergerak dalam LSM-LSM dan
kelompok-kelompok studi. Inilah peran Gus Dur dan NU sebagai kekuatan
penyeimbang dan berhadapan vis-à-vis negara. Mereka ini pada awalnya menjadikan
Islam modernis yang terakomodasi dalam state sebagai lahan kritik (Hikam:1999).
Bagi mereka, modernisme tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber gagasan
kemajuan dan dipuja sebagai dewa penyelamat bagi peradaban manusia. Karena
modernisme itu sendiri terbukti tidak mampu memenuhi janji-janji kemajuannya.
Bahkan, dalam beberapa hal, modernisme meninggalkan banyak petaka.
Cara Penyelesaian:
Menurut saya dalam
berorganisasi jika ada permasalahan atau konflik yg menyangkut bagi masyarakat
banyak hendaklah harus dengan pemikiran yg dingin, cari jalan keluar yang
sesuai dengan kepentingan bersama bukan untuk kepentingan pribadi serta
jangan lupa tidak keluar dari kaidah - kaidah yg sudah ada dalam
keorganisasian
Kesimpulan:
Konflik
yang semakin mengental antara Islam modern (Muhammadiyah) dengan Islam
tradisional (Nahdatul Umat) dengan puncak klimaksnya ketika K.H Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) terpilih sebagai Presiden RI ke-4, maka emosi politikpun
menyusup kedalam gerakan kultural kedua Ormas tersebut. Dimana sebenarnya
perbedaan pemikiran kedua ormas itu tidaklah terlalu jauh, karena secara subtantif,
kedua aktivis ormas terbesar itu mempunyai titik temu dalam aras mengusung
wacana baru yang menyemangati transformasi, inklusivitas, dan progresivitas.
Sejarah membuktikan, perseteruan politik
kerapkali meruntuhkan singgasana kultural yang mempunyai komitmen untuk
membangun civil society. Hal tersebut dapat dilihat dari retaknya hubungan
antara Gus Dur (tokoh NU) dan Amien Rais (Tokoh Muhammadiyah), karena keduanya
sedang bertarung dalam domain politik yang implikasinya sangat besar terhadap
bangunan kultural yang berkecambah dalam kedua ormas tersebut. Oleh karena itu,
harapan besar berada diatas pundak aktivis muda NU dan Muhammadiyah untuk
mewujudkan hubungan yang sinergis. Disinilah gerakan kultural dalam kedua ormas
tersebut dipertaruhkan.
Sumber:
Afifuddin,M.M.
(2012). Dasar-dasar Manajemen. Bandung: ALFABETA. Di akses
pada 2 november 2015 dari: http://deaalliqafitri.blogspot.co.id/2013/11/tugas-5-manfaat-kerugian-struktur.html
Manulang, M. (2012). DASAR-DASAR
MANAJEMEN. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Di akses pada 2
november 2015 dari: http://deaalliqafitri.blogspot.co.id/2013/11/tugas-5-manfaat-kerugian-struktur.html
1. Pengertian
struktur organisasi
Struktur organisasi
adalah susunan komponen-komponen (unit-unit kerja) dalam organisasi. Struktur
organisasi menunjukan adanya pembagian kerja dan menunjukan bagaimana
fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan
(koordinasi). Selain daripada itu struktur organisasi juga menunjukan
spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan.
2. Jelaskan
pengorganisasian sebagai fungsi dari manajemen yang meliputi struktur formal
dan informal!
a. Organisasi
formal
Organisasi formal
adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang mengikakan diri dengan suatu
tujuan bersama secara sadar serta dengan hubungan kerja yang rasional.
b. Organisasi
informal
Organisasi informal
adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang terlibat pada suatu aktifitas
serta tujuan bersama yang tidak disadari. Contoh: arisan ibu-ibu sekampung,
belajar bersama anak-anak SD, kemping ke gunung pangrango ramai-ramai dengan
teman, dan lain-lain.
3. Jelaskan
manfaat struktur fungsional dan struktur divisional!
Manfaat struktur
fungsional:
- Mempergunaka
sumberdaya khusus secara efisien
- Supervisi
dapat dilakukan lebihh mudah
- Mengembangkan
keahliann fungsional
- Mudah
memobilisasi ketrampilan khusus
- Memelihara kendali
terpusat atas keputusan strategis
- Berkaitan erat
dengan strategi melalui kegiatan kunci sebagai unit terpisah
Manfaat struktur
divisional:
- Perkerjaan
keseluruhan lebih mudah dikoordinasikan prestasi kerja tinggi dapat
dipertahankan
- Keputusan lebih
cepat
- Lebih mudah untuk
menilai prestasi kerja
- Pengembangan dan
strategi dekat dengan lingkungan
- Memberikan landasan
pelatihan bagi para majer strategis
- Lebih terfokus pada
produk, pasar dan tanggapan cepat terhadap perubahan
- Spesialisasi
fungsional masih terpelihara pada masing-masaing divisi.
4. Jelaskan
kerugian dari struktur fungsional dan struktur divisional!
Kerugian Struktur
Fungisional:
- Respon
organisasi terhadap perubahan kondisi lingkungan lambat
- Koordinasi antar
bagian atau fungsi tidak terlalu baik
- Inovasi terbatas
- Pandangan terhadap
sasaran agak terbatas, anggota organisasi cenderung hanya
memperhatikan
- Sulit untuk
menentukan mana yang harus bertanggungjawab
- Sulit untuk menilai
prestasi kerja
- Mengandung potensi
yang kuat untuk terjadinya konflik antarfungsi
Kerugian struktur
divisional:
- Menambah biaya
karena adanya duplikasi karyawan, operasi, dan investasi
- Kompetisi
disfungsional antardivisi bisa mengurangi kinerja perusahaan secara
Keseluruhan
- Kesulitan
dalam mempertahankan citra perusahaan
- Terlalu menekankan
pada kinerja jangka pendek
5. Kasus
organisasi;
KONFLIK ISLAM MODERN
DAN ISLAM TRADISIONAL DI INDONESIA
Dialektika Muhammadiyah dan NU dalam sejarah politik Islam di Indonesia, dapat dirunut, paling tidak, sejak lahir tahun 1930-an, melalui MIAI (Majelis Islam A,la Indonesia), sebuah federasi untuk membina kerja sama berbagai organisasi Islam. Kompetisi dan konstelasi kedua tradisi Islam ini, sepanjang Orde Lama dan Orde Baru, tampak dari rivalitas keduanya dalam Masyumi sepanjang tahun 1945-1952 dan di PPP sepanjang tahun 1973-1984, respon terhadap Demokrasi Terpimpin dan Nasakom, serta respons terhadap rezim Orba. Belum lagi persaingan dalam memperebutkan berbagai jabatan politik. Karena itu, dapat dimengerti bila persaingan ini pada akhirnya juga merambah bidang lain, termasuk pendekatan dalam mengembangkan civil society.
Antagonisme politik
yang terjadi antara Islam modernis dengan pemerintah yang berlangsung sejak
tahun 1960 (ketika Masyumi dipaksa membubarkan diri oleh Presiden Soekarno),
membuat kalangan modernis mencoba mencari landasan teologis baru guna
berpartisipasi dalam “develomentalisme” Orba. Tahun 1971, dalam Muktamar di
Ujung Pandang, Muhammadiyah menyatakan tidak berafiliasi terhadap salah satu
partai politik manapun. Hal ini hampir bersamaan dengan wacana yang
dikembangkan generasi baru intelektual Islam, yang sejak dasawarsa 1970-an
berusaha mengembangkan format politik baru yang lebih menekankan aspek
substansial. Motivasi kalangan modernis agar bisa terakomodasi dalam proses
pembangunan Orba seperti ini menyebabkan mereka mengembangkan civil society
dengan pendekatan Hegelian, yang memiliki ciri (1) lebih menekankan fungsi
komplementatif dan suplementatif. Dengan ciri seperti ini, sipil society
berfungsi melaksanakan sebagian peran-peran negara. (2) Menekankan pentingnya
kelas menengah. Tentu saja kelas menengah yang sedikit banyak bergantung kepada
state. Karena sebagaimana lazimnya negara dunia ketiga yang sedang berkembang,
state memegang peranan penting dalam seluruh sektor kehidupan.
Pendekatan Hegelian
seperti diadopsi oleh Muhammadiyah ini, mendapat kritik tajam dari Alexis de
Tocqueville. Ini disebabkan, karena dalam pemikiran Hegel, posisi negara
dianggap sebagai standar terakhir. Seolah-olah, hanya pada dataran negara
sajalah politik bisa berlangsung secara murni dan utuh, sehingga posisi dominan
negara bermakna positif. Dengan demikian civil society akan kehilangan dimensi
politik dan tergantung manipulasi dan intervensi negara. Pendekatan
Tocquevellian yang diadopsi NU, menekankan fungsi civil society sebagai counter
balancing terhadap negara, dengan melakukan penguatan organisasi-organisasi
independen di masyarakat dan pencangkokkan civic culture untuk membangun budaya
demokratis. Pendekatan Tocquevellian ini digunakan karena sepanjang dua
dasawarsa awal Orba, NU tidak memperoleh tempat dalam proses-proses politik.
Marginalisasi politik ini, disebabkan karena rezim Orba hanya mengakomodasi
kelompok Islam yang mendukung modernisasi, dan itu didapat dari kalangan
modernis yang sudah lebih dulu melakukan pembaruan pemikiran politik Islam.
Selain itu, tentu saja, akibat rivalitas dengan kalangan modernis yang menjadi
kelompok dominan di PPP. Dengan demikian, dapat dimengerti jika sejak muktamar
1984 di Situbondo, NU menyatakan kembali khitah 1926, dan mengundurkan diri
dari politik praktis, yang secara otomatis menarik dukungan dari PPP.
Dengan motivasi
seperti itu, maka sejak akhir dasawarsa 1980-an, aktivis NU banyak diarahkan
pada penciptaan free public sphere, tempat dimana transaksi komunikasi bisa
dilakukan warga masyarakat secara bebas dan terbuka. Upaya ini dilakukan dengan
cara advokasi masyarakat kelas bawah, dan penguatan LSM. Mereka meyakini, civil
society hanya bisa dibangun jika masyarakat memiliki kemandirian dalam arti
seutuhnya, serta terhindar dari jaring intervensi dan kooptasi negara. Hal ini
dapat dibuktikan dengan mengamati kiprah NU sejak awal dasawarsa 1990-an.
Ketika kalangan Islam modernis terakomodasi dlam state (ICMI), Gus Dur
mendirikan forum demokrasi, dan aktivitas NU secara umum diarahkan untuk
menciptakan ruang publik diluar state dengan banyak bergerak dalam LSM-LSM dan
kelompok-kelompok studi. Inilah peran Gus Dur dan NU sebagai kekuatan
penyeimbang dan berhadapan vis-à-vis negara. Mereka ini pada awalnya menjadikan
Islam modernis yang terakomodasi dalam state sebagai lahan kritik (Hikam:1999).
Bagi mereka, modernisme tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber gagasan
kemajuan dan dipuja sebagai dewa penyelamat bagi peradaban manusia. Karena
modernisme itu sendiri terbukti tidak mampu memenuhi janji-janji kemajuannya.
Bahkan, dalam beberapa hal, modernisme meninggalkan banyak petaka.
Cara Penyelesaian:
Menurut saya dalam
berorganisasi jika ada permasalahan atau konflik yg menyangkut bagi masyarakat
banyak hendaklah harus dengan pemikiran yg dingin, cari jalan keluar yang
sesuai dengan kepentingan bersama bukan untuk kepentingan pribadi serta
jangan lupa tidak keluar dari kaidah - kaidah yg sudah ada dalam
keorganisasian
Kesimpulan:
Konflik
yang semakin mengental antara Islam modern (Muhammadiyah) dengan Islam
tradisional (Nahdatul Umat) dengan puncak klimaksnya ketika K.H Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) terpilih sebagai Presiden RI ke-4, maka emosi politikpun
menyusup kedalam gerakan kultural kedua Ormas tersebut. Dimana sebenarnya
perbedaan pemikiran kedua ormas itu tidaklah terlalu jauh, karena secara subtantif,
kedua aktivis ormas terbesar itu mempunyai titik temu dalam aras mengusung
wacana baru yang menyemangati transformasi, inklusivitas, dan progresivitas.
Sejarah membuktikan, perseteruan politik kerapkali meruntuhkan singgasana kultural yang mempunyai komitmen untuk membangun civil society. Hal tersebut dapat dilihat dari retaknya hubungan antara Gus Dur (tokoh NU) dan Amien Rais (Tokoh Muhammadiyah), karena keduanya sedang bertarung dalam domain politik yang implikasinya sangat besar terhadap bangunan kultural yang berkecambah dalam kedua ormas tersebut. Oleh karena itu, harapan besar berada diatas pundak aktivis muda NU dan Muhammadiyah untuk mewujudkan hubungan yang sinergis. Disinilah gerakan kultural dalam kedua ormas tersebut dipertaruhkan.
Sejarah membuktikan, perseteruan politik kerapkali meruntuhkan singgasana kultural yang mempunyai komitmen untuk membangun civil society. Hal tersebut dapat dilihat dari retaknya hubungan antara Gus Dur (tokoh NU) dan Amien Rais (Tokoh Muhammadiyah), karena keduanya sedang bertarung dalam domain politik yang implikasinya sangat besar terhadap bangunan kultural yang berkecambah dalam kedua ormas tersebut. Oleh karena itu, harapan besar berada diatas pundak aktivis muda NU dan Muhammadiyah untuk mewujudkan hubungan yang sinergis. Disinilah gerakan kultural dalam kedua ormas tersebut dipertaruhkan.
Sumber:
Afifuddin,M.M.
(2012). Dasar-dasar Manajemen. Bandung: ALFABETA. Di akses
pada 2 november 2015 dari: http://deaalliqafitri.blogspot.co.id/2013/11/tugas-5-manfaat-kerugian-struktur.html
Manulang, M. (2012). DASAR-DASAR
MANAJEMEN. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Di akses pada 2
november 2015 dari: http://deaalliqafitri.blogspot.co.id/2013/11/tugas-5-manfaat-kerugian-struktur.html
Satrio, Putut. (2012).
Contoh kasus konflik manajemen organisasi. Diakses
pada 2 november 2015 dari: http://puthutsatrio.blogspot.com/2012/04/contoh-kasus-konflik-manajemen.html
http://www.manajemenn.web.id/2011/08/pengertian-pengorganisasian.html
http://repastrepost.blogspot.co.id/2013/11/pengorganisasian-dalam-manajemen.html
B. Actuating dalam manajemen
1. Jelaskan
pengertian actuating dalam manajemen!
George R. Terry
(1986) mengemukakan bahwa “Actuating merupakan usaha menggerakan
anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan
berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota
perusahaan tersebut oleh karena anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran
tersebut.” Jadi actuating adalah usaha menggerakan seluruh orang yang terkait,
untuk secara bersama-sama melaksanakan program kegiatan sesuai dengan bidang
masing-masing dengan cara yang terbaik dengan benar.
2. Jelaskan
pentingnya actuating dalam manajemen!
Fungsi actuating lebih
menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam
organisasi.Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak
diikuti dengan penggerakan seluruh potensi sumber daya manusia dan non-manusia
pada pelaksanaan tugas.Semua sumber daya manusia yang ada harus dioptimalkan
untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi.Setiap SDM harus bekerja
sesuai dengan tugas, fungsi, peran, keahlian, dan kompetensi masing-masing SDM
untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi yang telah ditetapkan.
3. Jelaskan
prinsip actuating dalam manajemen!
Manusia dengan
berbagai tingkah lakunya yang berbeda-beda. Ada beberapa prinsip yang dilakukan
oleh pimpinan perusahan dalam melakukan actuating, yaitu :
a. Prinsip
mengarah pada tujuan àTujuan pokok dari pengarahan nampak pada prinsip
yang menyatakan bahwa makin efektifnya proses pengarahan, akan semakin besar
sumbangan bawahan terhadap usaha mencapai tujuan.artinya dalam melaksanakan
fungsi pengarahan perlu mendapatkan dukungan/bantuan dari factor-faktor lain
seperti perencanaan, struktur organisasi, tenaga kerja yang cukup, pengawasan
yang efektif dan kemampuan untuk meningkatkan pengetahuan serta kemampuan
bawahan.
b. Prinsip
keharmonisan dengan tujuan à Orang-orang bekerja untuk dapat
memenuhi kebutuhannya yang mungkn tidak mungkin sama
dengan tujuan
perusahaan. Semua ini dipengaruhi oleh motivasi masing-masing individu.
Motivasi yang baik akan mendorong orang-orang untuk memenuhi
kebutuhannya
dengan cara yang wajar.
c.
Prinsip kesatuan komando à Prinsip kesatuan
komando ini sangat penting untuk
menyatukan arah tujuan dan tangggung jawab para bawahan. Bilamana para
bawahan
hanya memiliki satu jalur didalam melaporkan segala kegiatannya.
Sumber:
Covey, Stepehen. R.
(1997). The 7 Habits of Highly Effective People (7 Kebiasaan Manusia
yang sangat efektif) (edisi revisi, alih bahasa Drs, Budijanto).
Jakarta: Binarupa Aksara. Diakses pada 2 november 2015 dari: http://alinelizabeth2.blogspot.co.id/2014/11/actuating-dalam-manajemen.html
Halim,Abduldkk.2003.Sistem Pengendalian
Manajemen Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Diakses pada 2
november 2015 dari: http://alinelizabeth2.blogspot.co.id/2014/11/actuating-dalam-manajemen.html
Jones, Gareth R.
(1995). Organizational Theory : Text and Cases. Addison
Wesley. Diakses pada 2 november 2015 dari: http://alinelizabeth2.blogspot.co.id/2014/11/actuating-dalam-manajemen.html
Mulyono. (2008).
Manajemen administrasi dan organisasi pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Di
akses pada 2 november 2015 dari:
http://www.rumahbelajar.web.id/pengertian-dan-fungsi-serta-peranan-actuating-penggerakan/
Stoner,
James A.F. et alv. (1995). Managemen (6th Ed).
Prentice Hall Inc: Englewood Cliffs. Diakses pada 2 november 2015 dari: http://alinelizabeth2.blogspot.co.id/2014/11/actuating-dalam-manajemen.html
http://repastrepost.blogspot.co.id/2013/11/pengorganisasian-dalam-manajemen.html
B. Actuating dalam manajemen
1. Jelaskan
pengertian actuating dalam manajemen!
George R. Terry
(1986) mengemukakan bahwa “Actuating merupakan usaha menggerakan
anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan
berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota
perusahaan tersebut oleh karena anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran
tersebut.” Jadi actuating adalah usaha menggerakan seluruh orang yang terkait,
untuk secara bersama-sama melaksanakan program kegiatan sesuai dengan bidang
masing-masing dengan cara yang terbaik dengan benar.
2. Jelaskan
pentingnya actuating dalam manajemen!
Fungsi actuating lebih
menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam
organisasi.Perencanaan dan pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak
diikuti dengan penggerakan seluruh potensi sumber daya manusia dan non-manusia
pada pelaksanaan tugas.Semua sumber daya manusia yang ada harus dioptimalkan
untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi.Setiap SDM harus bekerja
sesuai dengan tugas, fungsi, peran, keahlian, dan kompetensi masing-masing SDM
untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi yang telah ditetapkan.
3. Jelaskan
prinsip actuating dalam manajemen!
Manusia dengan
berbagai tingkah lakunya yang berbeda-beda. Ada beberapa prinsip yang dilakukan
oleh pimpinan perusahan dalam melakukan actuating, yaitu :
a. Prinsip
mengarah pada tujuan àTujuan pokok dari pengarahan nampak pada prinsip
yang menyatakan bahwa makin efektifnya proses pengarahan, akan semakin besar
sumbangan bawahan terhadap usaha mencapai tujuan.artinya dalam melaksanakan
fungsi pengarahan perlu mendapatkan dukungan/bantuan dari factor-faktor lain
seperti perencanaan, struktur organisasi, tenaga kerja yang cukup, pengawasan
yang efektif dan kemampuan untuk meningkatkan pengetahuan serta kemampuan
bawahan.
b. Prinsip
keharmonisan dengan tujuan à Orang-orang bekerja untuk dapat
memenuhi kebutuhannya yang mungkn tidak mungkin sama
dengan tujuan
perusahaan. Semua ini dipengaruhi oleh motivasi masing-masing individu.
Motivasi yang baik akan mendorong orang-orang untuk memenuhi
kebutuhannya
dengan cara yang wajar.
c.
Prinsip kesatuan komando à Prinsip kesatuan
komando ini sangat penting untuk
menyatukan arah tujuan dan tangggung jawab para bawahan. Bilamana para
bawahan
hanya memiliki satu jalur didalam melaporkan segala kegiatannya.
Sumber:
Covey, Stepehen. R.
(1997). The 7 Habits of Highly Effective People (7 Kebiasaan Manusia
yang sangat efektif) (edisi revisi, alih bahasa Drs, Budijanto).
Jakarta: Binarupa Aksara. Diakses pada 2 november 2015 dari: http://alinelizabeth2.blogspot.co.id/2014/11/actuating-dalam-manajemen.html
Halim,Abduldkk.2003.Sistem Pengendalian
Manajemen Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Diakses pada 2
november 2015 dari: http://alinelizabeth2.blogspot.co.id/2014/11/actuating-dalam-manajemen.html
Jones, Gareth R.
(1995). Organizational Theory : Text and Cases. Addison
Wesley. Diakses pada 2 november 2015 dari: http://alinelizabeth2.blogspot.co.id/2014/11/actuating-dalam-manajemen.html
Mulyono. (2008).
Manajemen administrasi dan organisasi pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Di
akses pada 2 november 2015 dari:
http://www.rumahbelajar.web.id/pengertian-dan-fungsi-serta-peranan-actuating-penggerakan/
Stoner,
James A.F. et alv. (1995). Managemen (6th Ed).
Prentice Hall Inc: Englewood Cliffs. Diakses pada 2 november 2015 dari: http://alinelizabeth2.blogspot.co.id/2014/11/actuating-dalam-manajemen.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar