Kamis, 28 April 2016

Tugas III Psikoterapi

1. Rational Emotive Therapy     

     Ellis biasanya menyusun daftar keyakinan irasional yang dimiliki individu. Salah satu keyakinan yang paling umum adalah bahwa mereka harus sepenuhnya kompeten dalam semua hal yang mereka lakukan. Ellis berpendapat banyak orang yang benar-benar meyakini asumsi yang tidak dapat dipertahankan tersebut dan mengevaluasi setiap peristiwa dalam konteks ini. Dengan demikian, jika seseorang melakukan kesalahan, hal itu menjadi bencana besar karena melanggar keyakinan secara mendalam bahwa dia harus menjadi orang yang sempurna. Kadangkala sangat mengejutkan bagi klien ketika menyadari bahwa mereka sungguh-sungguh mempercayai parameter tersebut dan sebagai akibatnya mereka menjalani kehidupan yang sangat tidak memungkinkan mereka untuk hidup nyaman dan produktif.
     Setelah berhasil mempengaruhi klien bahwa masalah emosionalnya akan dapat diatasi melalui pengujian rasional, terapis melanjutkan dengan mengajarkan klien untuk mengganti pernyataan diri yang irasional dengan dialog internal yang bertujuan mengurangi penderitaan emosional. Pada saat ini para terapis yang menggunakan pemikiran-pemikiran Ellis memiliki perbedaan besar dalam cara mempengaruhi klien untuk mengubah percakapan diri mereka. Beberapa terapis, termasuk Ellis sendiri, berdebat dengan klien, membujuk dan menggoda mereka, kadangkala dengan sangat terbuka, yang lainnya, me iyakini bahwa pengaruh sosial harus lebih halus dan bahwa individu harus lebih banyak berpartisipasi untuk mengubah dirinya sendiri, mendorong klien untuk membahas pemikiran irasional mereka dan dengan halus mengarahkan mereka untuk menemukan cara yang lebih rasional untuk menghadapi dunia.
     Setelah klien menyatakan keyakinan atau pernyataan diri yang berbeda dalam sesi terapi, hal tersebut harus menjadi bagian pemikiran sehari-hari. Ellis dan para pengikutnya memberikan tugas-tugas rumah kepada para pasien yang dirancang untuk memberi kesempatan bagi klien bereksperimen dengan percakapan diri yang baru dan mengalami konsekuensi positif dan memandang kehidupan dengan cara yang tidak membahayakan. Ellis menekankan pentingnya membuat pasien berperilaku berbeda, baik untuk menguji coba berbagai keyakinan baru maupun untuk belajar menghadapi berbagai kekecewaan hidup.
     Premis dasar Rational Emotive Therapy  adalah masalah emosional terutama disebabkan oleh asumsi dan tuntutan yang seringkali tidak diverbalisasi yang terus menerus dibawa dalam diri seseorang seiring perjalanan hidup mereka. Menuntut kesempurnaan diri sendiri dan orang lain, menurut hipotesus Ellis, merupakan penyebab utama masalah emosional. Mengharapkan bahwa dirinya harus selalu mendapatkan persetujuan dari semua orang dan atas semua yang dilakukannya adalah keyakinan lain yang dianggap oleh Ellis sebagai keyakinan irasional dan yang oleh penulis lain (Goldfried & Davison), 1994) disebut tidak produktif atau self-defeating. Terapi dalam jalur behavioral rasional emotif mencakup tindakan terapis mempertanyakan asumsi-asumsi tersebut dan mempersuasi pasien bahwa menjalani hidup tanpa memaksakan tuntutan dan tujuan yang tidak masuk akal pada diri sendiri akan mengurangi stres dan membuat hidup menjadi lebih memuaskan.

Tujuan Rational Emotive Therapy:
     Rational Emotive Therapy bertujuan untuk menghapus keyakinan-keyakinan yang merusak diri sendiri. Para pencemas sebagai contoh, dapat menciptakan persoalan mereka sendiri dengan memberikan tuntutan yang tidak realistis pada diri sendiri atau orang lain, seperti, "saya harus dicintai semua orang". Atau seorang penderita depresi mungkin berkata seperti ini beberapa kali dalam sehari, "sungguh aku ini orang bodoh tak berguna". Ellis menyatakan bahwa individu menginterpretasi apa yang terjadi di sekitar mereka, bahwa kadangkala interpretasi tersebut dapat mengakibatkan gangguan emosional, dan bahwa perhatian terapis harus difokuskan pada keyakinan-keyakinan tersebut, bukan pada penyebab dari masa lalu atau, tentu saja, pada perilaku yang terlihat (Ellis dalam Davison, 2014).

Fungsi dan perana konselor:
     Langkah pertama adalah menunjukan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya. Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinannya yang rasional dari keyakinan irasionalnya. Terapis harus bisa mengalahkan diri klien yang tadinya diterima oleh klien sebagai kebenaran. Langkah kedua yaitu membawa klien ke tahap kesadaran dengan menunjukan bahwa dia mempertahankan hal yang irasional. Langkah ketiga yakni berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikirannya dan meninggalkan gagasan-gagasan irasionalnya. Jadi langkah terakhir adalah menentang klien untuk mengembangkan filsafat-filsafat hidup yang rasional sehingga dia bisa menghindari kemungkinan terjadi lagi keyakinan-keyakinan irasional.

Teknik-teknik Rational Emotive Therapy:
 a. Teknik Kognitif
-Pengajaran: Menunjukan betapa tidak logisnya cara berpikir klien sehingga menimbulkan gangguan emosi dan mengajarkan cara-cara berpikir yang lebih positif dan rasional.
-Persuasif: Melalui berbagai argumentasi, konselor meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya yang keliru,
-Konfrontasi: Menyerang ketidakrasionalan berpikir klien dan membawanya ke arah berpikir yang lebih rasional.
-Pemberian tugas: Memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi yang nyata.
b. Teknik Emotif:
Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Dalam teknik ini konselor harus mampu menerima klien tanpa syarat. Termasuk teknik in di antaranya adalah sosiodrama, role playing, modeling ataupun self-modeling, latihan asertif (mendorong keberanian dan kebiasaan klien dengan pola perilaku tertentu yang diinginkannya), humor serta latihan rasa malu.
c. Teknik-teknik perilaku:
Teknik ini digunakan untuk mengubah tingkah laku klien yang tidak diinginkan. Termasuk teknik ini adalah melalui penerapan prinsip penguatan (reinforcement). Teknik pemodelan sosial (social modeling) serta relaksasi.   

     Beberapa kesimpulan dapat ditarik dalam penelitian hasil Rational Emotive Behavior Therapy:
  • REBT menurunkan kecemasan umum, kecemasan berbicara, dan kecemasan menghadapi ujian berdasarkan self-report.
  • REBT dapat bermanfaat untuk menangani kemarahan yang berlebihan, depresi, dan pada anak-anak, perilaku antisosial.
  • REBT bermanfaat untuk menangani disfungsi seksual hanya bila dilakukan sebagai bagian dari program behavioral yang lebih komprehensif.
  • Terdapat beberapa bukti awal bahwa REBT dapat berfungsi sebagai alat pencegahan bagi orang-orang yang bermasalah, yaitu membantu-orang-orang yang secara emosional sehat menghadapi stres sehari-hari dengan lebih baik.
  • Edukasi rasioanal emotif, dimana guru menjelaskan prinsip-prinsip REBT kepada anak-anak di dalam kelas dan bagaimana cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka, telah digunakan dengan harapan mencegah terjadinya masalah emosional penuh di kemudian hari dalam hidup mereka. Bukti-bukti menunjukan bahwa edukasi ini dapat meningkatkan konsep diri dan mengurangi kecemasan menghadapi ujian.
2. Terapi Perilaku

     Sebagaimana diketahui bahwa pendekatan behavioristik menganggap perilaku seseorang dengan semua aspeknya sekarang ini adalah hasil dari proses belajar dan hal ini diperoleh dalam interaksinya dengan dunia luar. Manusia dalam keadaan khusus, dianggap sebagai "objek" yang dapat diperlakukan dan diubah menurut keinginan dari pengubahnya.

Tujuan terapi perilaku:
     Tujuan umum dari terapi perilaku ialah membentuk kondisi baru untuk belajar, karena melalui proses belajar dapat mengatasi masalah yang ada serta untuk menghilangkan perilaku malasuai dan belajar berperilaku lebih efektif. Memusatkan perhatian pada faktor yang mempengaruhi perilaku dan memahami apa yang bisa dilakukan terhadap perilaku yang menjadi masalah.

Teknik terapi perilaku:    
a. Counterconditioning
    Counterconditioning adalah pembelajaran ulang yang dicapai dengan memberikan respons baru terhadap suatu stimulus tertentu. Suatu respons (R2) terhadap suatu stimulus dapat dihilangkan dengan memberikan suatu respons baru (R2) terhadap stimulus tersebut.
    Prinsip counterconditioning  melandasi teknik terapi perilaku penting, yaitu desentisasi sistematik, yang dikembangkan oleh Joseph Wolpe (1958). misalnya seseorang yang mengalami kecemasan bekerja sama dengan terapis untuk menyusun daftar situasi yang ditakuti, dimulai dengan situasi yang hanya menyebabkan kecemasan minimal dan meningkat ke situasi yang paling menakutkan. Orang tersebut juga diajari untuk melakukan relaksasi secara mendalam . Langkah demi langkah, dalam keadaan rileks, orang tersebut membayangkan serangkaian tingkat situasi yang menimbulkan kecemasan. Relaksasi yang dilakukan cenderung menghambat setiap kecemasan yang pada akhirnya mampu menoleransi situasi yang semakin sulit yang dibayangkannya sejalan dengan setiap tingkat situasi yang dicapainya dalam sejumlah sesi terapi.

b. asersive conditioning 
     asersive conditioning, juga memainkan peran bersejarah yang penting dalam perkembangan terapi perilaku. Dalam asersive conditioning, suatu stimulus yang menarik bagi pasien dipasangkan dengan sesuatu yang tidak menyenangkan, misalnya obat yang membuat mual atau sengatan listrik yang menyakitkan di tangan, dengan harapan memberikan muatan negatif pada stimulus tersebut. Sebagai contoh peminum bermasalah yang ingin berhenti minum dapat diminta untuk mencium alkohol ketika ia merasa mual setelah meminum obat tertentu. Teknik-teknik asersive dapat digunakan untuk mengurangi merokok dan penggunaan obat-obatan serta objek-objek tertentu yang menimbulkan bagi beberapa orang yang secara sosial tidak pantas, seperti daya tarik seksual anak-anak di mata para pengidap pedofilia.
c. Latihan Asertif
     Latihan asertif adalah perilaku antar perorangan (interpersonal) yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku asertif ditandai oleh kesesuaian sosial dan seseorang yang berpeilaku asertif mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain. Adanya keterampilan sosial pada seseorang, menunjukan adanya kemampuan untuk menyesuaikan diri.
d. Peniruan melalui penokohan (modeling)
     Penggunaan teknik penokohan dalam terapi perilaku telah dimulai pada akhir tahun 50-an, meliputi tokoh yang nyata, tokoh yang dilihat melalui film, atau tokoh dalam imajinasi. Istilah penokohan merupakan istilah umum untuk menunjukan terjadinya proses belajar  melalui pengamatan dari orang lain dan perubahan yang terjadi karenanya melalui peniruan. Teknik peniruan melalui penokohan, dapat dipakai untuk menghadapi pasien atau klien yang menderita fobia, penderita ketergantungan atau kecanduan obat-obatan atau alkohol, bahkan dapat dipakai untuk menghadapi penderita dengan gangguan kepribadian yang berat seperti psikosis, khususnya agar memperoleh keterampilan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.Teknik peniruan melalui penokohan, dapat dipakai untuk menghadapi pasien atau klien Teknik peniruan melalui penokohan, dapat dipakai untuk menghadapi pasien atau klien yang menderita fobia, penderita ketergantungan atau kecanduan obat-obatan atau alkohol, bahkan dapat dipakai untuk menghadapi penderita dengan gangguan kepribadian yang berat seperti psikosis, khususnya agar memperoleh keterampilan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
e. Desentisasi sistematis
      Suatu cara yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperbuat secara negatif dengan menyertakan pemunculan tingkah laku yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapusnya.
f. Pekerjaan Rumah
     Dengan memberikan tugas atau pekerjaan rumah kepada klien yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan situasi tertentu.
  
3. Terapi Kelompok 
     Karena begitu banyak pasien yang datang kepada terapis, maka terapis menggunakan perawatan dalam kelompok. Faktor dinamik yang berkembang dari situasi kelompok itu sendiri menampilkan faktor-faktor baru yang oleh beberapa terapis dianggap sebagai suatu kelebihan terhadap terapi individual.

Metode terapi kelompok
     Dalam prakterk terapi kelompok sangat bervariasi seperti halnya terapi individual. Bentuk-bentuk paling awal terapi kelompok bersifat didaktis dimana pemimpin kelompok berceramah,meyakinkan, dan mengarahkan. Karena adanya perkembangan-perkembangan baru di bidang ini, pemimpin kelompok menjalankan fungsi yang sama untuk kelompok sama seperti yang dilakukan oleh terapis individual bagi pasiennya. Dia mendorong, mengungkapkan, memeriksa motif-motif, memberikan penafsiran-penafsiran, dan sedikit demi sedikit membangkitkan partisipasi masing-masing anggota kelompok dalam fungsi ini.

Pendekatan terapi kelompok
     Pendekatan khusus yang digunakan oleh terapis atau pemimpin kelompok terhadap perawatan tergantung pada orientasi teoretis dari terapis atau pemimpin kelompok. Misalnya, dalam kelompok-kelompok psikoanalitik, penekanan mungkin terletak pada interpretasi-interpretasi dan transferensi-transferensi yang muncul antara anggota kelompok atau antara anggota kelompok itu sendiri dan terapis (pemimpin kelompok). Kelompok-kelompok person-centered berusaha menciptakan suatu situasi penerimaan supaya pasien-pasien menyelidiki perasaan-perasaan mereka yang lebih dalam tanpa takut terhadap kritik orang lain. 

Kegunaan terapi kelompok
     Partisipasi dalam pengalaman kelompok seperti itu akan menghilangkan perasaan-perasaan terisolasi dalam diri pasien dan keunikan dari penyakitnya, dan dengan demikian menghilangkan kecemasan-kecemasannya dan mendorongnya untuk membicarakan perasaan-perasaan batinnya dengan sepenuh hati. Partisipasi pasien dalam terapi kelompok memberi kemungkinan kepadanya melepaskan tegangan dan mengalami abreaksi karena menghidupkan kembali sejumlah kejadian yang mengandung emosi.

Keuntungan khusus dalam terapi kelompok
1. Terapi kelompok lebih murah karena beberapa pasien ditangani pada waktu yang sama.
2. Format kelompok memberi peluang kepada pasien untuk mempelajari bagaimana orang lain yang mengalami masalah-masalah yang serupa menangani kesulitan-kesuitan mereka, dan para anggota lain dalam kelompok dan terapis memberi mereka dukungan sosial.
3. Terapi kelompok memungkinkan terapis menggunakan sumber daya yang terbatas. Para terapis yang baik sering sangat sibuk dan mungkin tidak memiliki waktu untuk menjumpai semua orang yang membutuhkan bantuan. Format kelompok mungkin meningkatkan jumlah orang-orang yang dapat ditangani oleh seorang terapis, dan dapat mengurangi kewajiban orang untuk menantikan giliran wawancara dengan terapis.
4. Terapi kelompok dapat memberikan sumber informasi dan pengalaman hidup yang dapat ditimba oleh pasien. Para anggota kelompok mungkin memiliki banyak pengalaman hidup yang dapat berguna untuk dibagikan kepada orang lain. Para anggota kelompok dapat belajar bagaimana pendekatan-pendekatan yang paling baik terhadap situasi-situasi yang bermasalah dalam kehidupan mereka sendiri dengan belajar dari tingkah laku adaptif dan maladaptif para anggota lain dalam kelompok yang menangani masalah-masalah yang sama dalam kehidupan mereka.
5. Adanya dukungan kelompok untuk tingkah laku yang tepat. Para pasien mungkin mengharapkan terapis mendukung mereka, tetapi dukungan yang diberikan oleh kawan-kawan sekelompok mungkin memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap peningkatan harga diri dan kepercayaan diri.
6. Belajar bahwa masalah atau kegagalan yang dialami seseorang bukanlah hal-hal yang unik. Orang-orang yang mengalami kesulitan-kesulitan psikologis sering merasa bahwa mereka adalah berbeda dari orang lain, dan bahkan mungkin merasa rendah diri. Para anggota kelompok sering belajar bahwa orang lain juga mengalami masalah dan keraguan diri yang sama, dan mengalami kegagalan-kegagalan yang samma pada masa lampau. Membagi atauu mmengungkapkan pengalaman-pengalaman yang sama itu dapat menenangkan seseorang karena ia merasa bahwa ia tidak begitu berbeda dengan orang lain.
7. Para anggota kelompok yang bertambah baik merupakan sumber pengharapan bagi anggota-anggota lain dalam kelompok. Melihat orang lain bertambah baik mungkin akan mendukung pengharapan akan perbaikan dalam diri seseorang.
8. Adanya peluang-peluang untuk belajar menangani 0rang secara lebih efektif. Banyak orang meminta pertolongan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam berhubungan dengan orang-orang lain. Terapi kelompok memberi peluang-peluang kepada para anggota kelompok untuk memecahkan masalah-masalah mereka dalam berhubungan dengan orang lain. Para anggota kelompok terapi mungkin juga melatih keterampilan-keterampilan sosial satu sama lain dalam suasana suporttif yang dapat membantu perkembangan tingkah laku sosial yang lebih adaptif. Para anggota kelompok mungkin memerankan orang--orang yang penting dalam kkehidupan mereka satu sama lain untuk membantu mempertajam keterampilan-keterampilan antar pribadi.

Bentuk-bentuk terapi kelompok:
     Ada beberapa bentuk khusus terapi kelompok, antara lain adalah psikodrama, memainkan peran (role playing) dan encounter groups.  
a. Psikodrama
     Suatu bentuk variasi terapi kelompok yang dikembangkan oleh J. L. Moreno pada tahun 1946 adalah psikodrama dimana pasien didorong untuk memainkan suatu peran emosional didepan para penonton tanpa dia sendiri dilatih sebelumnya.
     Tujuan dari psikodrama adalah membantu seorang pasien atau sekelompok pasien untuk mengatasi masalah-masalah pribadi dengan menggunakan permainan peraan, drama atau terapi tindakan. Lewat cara-cara inii pasien dibantu untuk mengungkapkan perasaan-perasaan tentang konflik, kemarahan, agresi, perasaan bersalah dan kesedihan. Sama dengan Freud, Moreno melihat emosi-emosi yang terpendam dapat dibongkar (kompleks-kompleks emosional dihilangkan dengan membawanya ke kesadaran, dan membuat energi emosioaMnal diungkapkan atau katarsis).
b. Memainkan peran (Role Playing)
     Memainkan peran adalah suatu variasi dari psikodrama yang tidak menggunakan alat-alat sandiwara (drama) dan teknik ini banyak digunakan untuk mendorong pasien berbicara dan mengembangkan persepsi-persepsi baru dalam berbagai situasi kelompok, misalnya ruang kelas, program-program hubungan manusia dalam bidang usaha dan industri dan dalam pertemuan-pertemuan latihan (training).
c. Encounter ggroups
     Encounter groups adalah bentuk-bentuk khusus dari terapi kelompok yang muncul dari gerakan humanistik pada tahun 1960-an. Encounter groups bertujuan untuk membantu mengembangkan kesadaran diri dengan berfokus pada cara bagaimana para anggota kelompok berhubungan satu sama lain dalam suatu situasi dimana didorong untuk menungkapkan peraeasaan-perasaan secara terus terang. Encounter groups tidak berlaku bagi orang yang mengalami masalah-masalah psikologis yang berat, tetapi hanya ditujukan kepada orang yang menyesuaikan diri dengan baik, berusaha memajukan pertumbuhan pribadi, meningkatkan kesadaran mengenai kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan mereka sendiri serta cara-cara mereka berhubungan dengan orang lain. Encounter groups berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini melalui e pertemuan-pertemuan yang intensif atau konfrontasi-konfrontasi langsung dengan orang-orang yang baru.

Sumber:

Davison, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (201414). Psikologi abnormal (9th Ed). Jakarta: Rajawali Pers.normal) C
Gunarsa, S. D. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi.
Semiun, Y. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sunardi, P., & Assjari, M. (2008). Teori konseling. Bandung: PLB FIP UPI..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar